Kesenian
Wayang Kulit
merupakan Seni Pertunjukan yang menjadi Warisan Seni Budaya
Indonesia yang paling menonjol diantara Warisan Budaya lainnya yang ada di Indonesia,
Kesenian asli Pulau Jawa ini bisa dikatakan telah mewakili hampir semua bidang
Seni yang di gelar dalam satu pertunjukan, diantaranya Seni Peran, Seni
Musik, Seni Rupa serta Sastra. Wayang kulit adalah Kesenian Indonesia yang
sangat tua yang telah berusia lebih dari lima abad.
Menurut
para ahli Sejarah, Wayang Kulit telah ada di Indonesia jauh sebelum Agama Hindu
masuk ke Pulau Jawa. Walaupun cerita wayang yang populer di masyarakat masa
kini merupakan adaptasi dari karya sastra
India, yaitu Ramayana dan Mahabarata. Kedua induk cerita itu dalam pewayangan
banyak mengalami pengubahan dan penambahan untuk menyesuaikannya dengan
falsafah asli Indonesia.
Penyesuaian
konsep filsafat ini juga menyangkut pada pandangan filosofis masyarakat Jawa terhadap kedudukan para dewa dalam
pewayangan. Para dewa dalam pewayangan bukan lagi merupakan sesuatu yang bebas
dari salah, melainkan seperti juga makhluk Tuhan lainnya, kadang-kadang
bertindak keliru, dan bisa jadi khilaf. Hadirnya tokoh panakawan dalam_ pewayangan sengaja diciptakan para budayawan Indonesia (tepatnya budayawan
Jawa) untuk memperkuat konsep filsafat bahwa di dunia ini tidak ada makhluk
yang benar-benar baik, dan yang benar-benar jahat. Setiap makhluk selalu
menyandang unsur kebaikan dan kejahatan.
Wayang
sebagai suatu pergelaran dan tontonan pun sudah dimulai ada sejak zaman
pemerintahan raja Airlangga. Beberapa prasasti yang dibuat pada masa itu antara
lain sudah menyebutkan kata-kata “mawayang” dan `aringgit’ yang maksudnya
adalah Pertunjukan Wayang.
Untuk
lebih menjawakan Budaya Wayang, sejak awal zaman Kerajaan Majapahit
diperkenalkan cerita wayang lain yang tidak berinduk pada
Kitab
Ramayana dan Mahabarata. Sejak saat itulah ceritacerita Panji; yakni cerita
tentang leluhur raja-raja Majapahit, mulai diperkenalkan sebagai salah satu
bentuk wayang yang lain. Cerita Panji ini kemudian lebih banyak digunakan untuk
pertunjukan Wayang Beber. Tradisi menjawakan cerita wayang juga diteruskan oleh beberapa
ulama Islam, di antaranya oleh para Wali Sanga. Mereka mulai mewayangkan kisah
para raja Majapahit, di antaranya cerita Damarwulan.
Masuknya
agama Islam ke Indonesia sejak abad ke-15 juga memberi pengaruh besar pada
budaya wayang, terutama pada konsep religi dari falsafah wayang itu. Pada awal
abad ke-15, yakni zaman Kerajaan Demak, mulai digunakan lampu minyak berbentuk
khusus yang disebut blencong pada pergelaran Wayang Kulit.
Sejak
zaman Kartasura, penggubahan cerita wayang yang berinduk pada Ramayana dan
mahabarata makin jauh dari aslinya. Sejak zaman itulah masyarakat penggemar
wayang mengenal silsilah tokoh wayang, termasuk tokoh dewanya, yang berawal
dari Nabi Adam. Sisilah itu terus berlanjut hingga sampai pada raja-raja di
Pulau Jawa. Dan selanjutnya, mulai dikenal pula adanya cerita wayang pakem.
yang sesuai standar cerita, dan cerita wayang carangan yang diluar garis
standar. Selain itu masih ada lagi yang disebut lakon sempalan, yang sudah
terlalu jauh keluar dari cerita pakem.
Memang,
karena begitu kuatnya seni wayang berakar dalam Budaya Bangsa Indonesia,
sehingga terjadilah beberapa kerancuan antara cerita wayang, legenda, dan
sejarah. Jika orang India beranggapan bahwa kisah Mahabarata serta Ramayana
benar-benar terjadi di negerinya, orang Jawa pun menganggap kisah pewayangan
benar-benar pernah terjadi di pulau Jawa.
Sunan Kalijaga adalah salah seorang kreator
ulung yang mampu memadukan kreasi seni budaya dalam membingkai suatu
persembahan budaya yang penuh dengan nilai-nilai dan kreasi yang disesuaikan
dengan minat dan kondisi masyarakatnya. Berbekal dengan kearifannya, Sunan
Kaljaga mencoba untuk masuk dalam konstruksi filosofi masyarakat dalam kontur
budaya yang bernilai agung. Diciptakanlah bentuk ukiran wayang kulit dengan
ilustrasi wayang yang mampu menggambarkan sosok dalam sebuah ranah kehidupan
manusia. Kreasi wayang kulit yang diciptakannya dipentaskan dengan membangunkan
kesadaran para penikmatnya bahwa manusia itu adalah mahluk Tuhan dengan segala
kreasi dan perbuatannya akan berkonsekwensi terhadap baik dan buruknya. Dan
dengan penuh kearifan Sunan Kalijaga Mencoba mengadopsi dan mengkonstruksi
budaya dengan memasukkan nilai-nilai luhur yang dibawanya, dan pada akhirnya
pelan namun pasti nampaknya kreasi seni budaya yang diciptakannya mampu
mewarnai kontruksi budaya maupun perubahan sosial khususnya konstruksi budaya
maupun sosial di Jawa.
Sunan Kalijaga yang menggunakan kesenian dan
kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah, antara lain kesenian wayang kulit
dan tembang suluk dianggap berhasil dan sangat diterima masyarakat.
Langkah-langkahnya dengan seni budaya mendapatkan apresiasi yang luar biasa
dari banyak kalangan dari rakyat jelata sampai penguasa pada zamannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar