• Pagelaran Wayang Kulit
  • Dalang Tribasa
  • Pakeliran Wayang Purwa
  • Dalang Tribasa
  • Dalang Intertain
  • Tri Bayu Santoso
  • Dalang Inovatif
  • Pelaku Budaya
  • Youtube
  • Facebook
  • Twitter
  • Blogger
  • Saoundcould
  • Foursquare
  • Instagram
  • Pagelaran Wayang Kulit

Senin, 16 Juni 2014

Sunan Kalijaga Dan Wayang Kulit

Kesenian Wayang Kulit merupakan Seni Pertunjukan  yang menjadi Warisan Seni Budaya Indonesia yang paling menonjol diantara Warisan Budaya lainnya yang ada di Indonesia, Kesenian asli Pulau Jawa ini bisa dikatakan telah mewakili hampir semua bidang Seni yang di gelar dalam satu pertunjukan, diantaranya Seni Peran, Seni Musik, Seni Rupa serta Sastra. Wayang kulit adalah Kesenian Indonesia yang sangat tua yang telah berusia lebih dari lima abad.
Menurut para ahli Sejarah, Wayang Kulit telah ada di Indonesia jauh sebelum Agama Hindu masuk ke Pulau Jawa. Walaupun cerita wayang yang populer di masyarakat masa kini merupakan adaptasi dari karya sastra India, yaitu Ramayana dan Mahabarata. Kedua induk cerita itu dalam pewayangan banyak mengalami pengubahan dan penambahan untuk menyesuaikannya dengan falsafah asli Indonesia.
Penyesuaian konsep filsafat ini juga menyangkut pada pandangan filosofis masyarakat Jawa terhadap kedudukan para dewa dalam pewayangan. Para dewa dalam pewayangan bukan lagi merupakan sesuatu yang bebas dari salah, melainkan seperti juga makhluk Tuhan lainnya, kadang-kadang bertindak keliru, dan bisa jadi khilaf. Hadirnya tokoh panakawan dalam_ pewayangan sengaja diciptakan para budayawan In­donesia (tepatnya budayawan Jawa) untuk mem­perkuat konsep filsafat bahwa di dunia ini tidak ada makhluk yang benar-benar baik, dan yang benar-benar jahat. Setiap makhluk selalu menyandang unsur kebaikan dan kejahatan.
Wayang sebagai suatu pergelaran dan tontonan pun sudah dimulai ada sejak zaman pemerintahan raja Airlangga. Beberapa prasasti yang dibuat pada masa itu antara lain sudah menyebutkan kata-kata “mawa­yang” dan `aringgit’ yang maksudnya adalah Per­tunjukan Wayang.
Untuk lebih menjawakan Budaya Wayang, sejak awal zaman Kerajaan Majapahit diperkenalkan cerita wayang lain yang tidak berinduk pada

Kitab Ramayana dan Mahabarata. Sejak saat itulah cerita­cerita Panji; yakni cerita tentang leluhur raja-raja Majapahit, mulai diperkenalkan sebagai salah satu bentuk wayang yang lain. Cerita Panji ini kemudian lebih banyak digunakan untuk pertunjukan Wayang Beber. Tradisi menjawakan cerita wayang juga diteruskan oleh beberapa ulama Islam, di antaranya oleh para Wali Sanga. Mereka mulai mewayangkan kisah para raja Majapahit, di antaranya cerita Damarwulan.
Masuknya agama Islam ke Indonesia sejak abad ke-15 juga memberi pengaruh besar pada budaya wayang, terutama pada konsep religi dari falsafah wayang itu. Pada awal abad ke-15, yakni zaman Kerajaan Demak, mulai digunakan lampu minyak berbentuk khusus yang disebut blencong pada pergelaran Wayang Kulit.
Sejak zaman Kartasura, penggubahan cerita wayang yang berinduk pada Ramayana dan mahabarata makin jauh dari aslinya. Sejak zaman itulah masyarakat penggemar wayang mengenal silsilah tokoh wayang, termasuk tokoh dewanya, yang berawal dari Nabi Adam. Sisilah itu terus berlanjut hingga sampai pada raja-raja di Pulau Jawa. Dan selanjutnya, mulai dikenal pula adanya cerita wayang pakem. yang sesuai standar cerita, dan cerita wayang carangan yang diluar garis standar. Selain itu masih ada lagi yang disebut lakon sempalan, yang sudah terlalu jauh keluar dari cerita pakem.
Memang, karena begitu kuatnya seni wayang berakar dalam Budaya Bangsa Indonesia, sehingga terjadilah beberapa kerancuan antara cerita wayang, legenda, dan sejarah. Jika orang India beranggapan bahwa kisah Mahabarata serta Ramayana benar-benar terjadi di negerinya, orang Jawa pun menganggap kisah pewayangan benar-benar pernah terjadi di pulau Jawa.
Sunan Kalijaga adalah salah seorang kreator ulung yang mampu memadukan kreasi seni budaya dalam membingkai suatu persembahan budaya yang penuh dengan nilai-nilai dan kreasi yang disesuaikan dengan minat dan kondisi masyarakatnya. Berbekal dengan kearifannya, Sunan Kaljaga mencoba untuk masuk dalam konstruksi filosofi masyarakat dalam kontur budaya yang bernilai agung. Diciptakanlah bentuk ukiran wayang kulit dengan ilustrasi wayang yang mampu menggambarkan sosok dalam sebuah ranah kehidupan manusia. Kreasi wayang kulit yang diciptakannya dipentaskan dengan membangunkan kesadaran para penikmatnya bahwa manusia itu adalah mahluk Tuhan dengan segala kreasi dan perbuatannya akan berkonsekwensi terhadap baik dan buruknya. Dan dengan penuh kearifan Sunan Kalijaga Mencoba mengadopsi dan mengkonstruksi budaya dengan memasukkan nilai-nilai luhur yang dibawanya, dan pada akhirnya pelan namun pasti nampaknya kreasi seni budaya yang diciptakannya mampu mewarnai kontruksi budaya maupun perubahan sosial khususnya konstruksi budaya maupun sosial di Jawa.
Sunan Kalijaga yang menggunakan kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah, antara lain kesenian wayang kulit dan tembang suluk dianggap berhasil dan sangat diterima masyarakat. Langkah-langkahnya dengan seni budaya mendapatkan apresiasi yang luar biasa dari banyak kalangan dari rakyat jelata sampai penguasa pada zamannya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar