Makna Istilah Dalang
Anda pasti sering mendengar istilah dalang dalam dunia perwayangan, kali ini saya akan sedikit membahas tentang makna istilah dalang yang telah sering kita dengar selama ini, baik makna secara umum maupun secara istilah. Mungkin hanya sedikit, namun harapan saya semoga tulisan ini dapat menambah wawasan kita tentang khasanah budaya nusantara yang selakyaknya perlu kita kenal dan kita lestarikan.
Seni pedalangan bagi masyarakat jawa khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya, merupakan salah satu dari sekian banyak kekayaan budaya warisan leluhur yang sangat tinggi nilainya. Oleh sebab itu seni pedalangan disebut suatu kesenian tradisional adi luhung yang artinya sangat indah dan mempunyai nilai yang luhur. Seni pedalangan mengandung nilai hidup dan kehidupan luhur, yang dalam setiap akhir cerita (lakon)-nya selalu memenangkan kebaikan dan mengalahkan kejahatan. Hal itu mengandung suatu ajaran bahwa perbuatan baiklah yang akan unggul, sedangkan perbuatan jahat akan selalu menerima kekalahannya, sebagai contoh cerita Mahabharata dan Ramayana.Telah banyak buku-buku yang ditulis oleh para ahli budaya bangsa Indonesia maupun bangsa asing tentang seni pedalangan dan bukan hanya menyangkut perihal yang ringan-ringan saja melainkan tentang intisari dan falsafahnya. Ada di antaranya yang menyatakan bahwa seni pedalangan itu tidak ada tolok bandinganya di dunia ini. Pendapat lain juga menyatakan bahwa seni pedalangan dengan keindahanya merupakan pencerminan kehalusan jiwa manusia dan tidak hanya merupakan suatu pertunjukan permainan untuk hiburan belaka.
Pedalangan adalah suatu kegiatan di mana titik permasalahannya ialah terletak pada dalang yang dibantu oleh pengrawit, swarawati atau pesinden, dan dengan kelengkapan sarana penyajian pedalangan lainya.
Arti Istilah Dalang
Beberapa ahli berpendapat bahwa arti istilah dalang dalam konteks banyak dalang adalah salah satu dari macam alat peralatan tradisional keraton Jawa. Prof. Winter menerangkan tentang dalang anteban ialah sebagai peneranganing laki-rabi atau tanda perkawinan berupa emas.
Dalam buku Renungan Pertunjukan Wayang Kulit karya Dr. Seno Sastroamidjojo disebutkan bahwa kata dalang berasal dari kata Wedha dan Wulang. Adapun yang dimaksud Wedha adalah kitab suci agama Hindu yang memuat ajaran agama, peraturan hidup dan kehidupan manusia di dalam masyarakat, terutama yang menuju ke arah kesempurnaan hidup. Wulang berarti ajaran atau petuah, mulang berarti mengajar. Istilah dalang adalah seorang ahli yang mempunyai kejujuran dan kewajiban memberi pelajaran wejangan, uraian atau tafsiran tentang kitab suci Wedha beserta maknanya kepada masyarakat.
Dalang juga berasal dari kata dalung atau disebut blencong, yaitu alat penerang tradisional. Dengan adanya pendapat tersebut fungsi dalang di masyarakat adalah sebagai juru penerang.
Dalang berasal dari kata Angudal Piwulang. Angudal artinya menceritakan, membeberkan, mengucapkan dan menerangkan seluruh isi hatinya. Piwulang artinya petuah atau nasehat. Dengan pendapat tersebut maka dalang adalah seorang pendidik atau pembimbing masyarakat atau guru masyarakat.
Istilah dalang berasal dari kata Talang artinya saluran air pada atap. Jadi kata dalang disamakan dengan talang yang dapat diartikan sebagai saluran air. Dalam hal ini, dalang dimaksud sebagai penghubung atau penyalur antara dunia manusia dan dunia roh.
Peranan Dalang
Pada Prasasti Kawi (Kawi Oorkonde) yang disusun oleh. Cohan Stuart, telah dibicarakan tentang juru banyol dan Haringgit Banyol. Prasasti tersebut bertahun 762 Caka atau 840 Masehi. Keterangan selanjutnya menurut Kern yang terdapat pada Prasasti yang berangka tahun 782 Caka atau 860 Masehi menyebut-nyebut istilah Bharata. Istilah itu berarti bahwa Juru Bharatalah yang memimpin dan memainkan wayang.Dalam Kepustakaan Jawa diterangkan oleh Kern dan RM Ng. Purbacaraka adanya widu sebagai model dalang. Widu adalah seorang yang pekerjaannya mengarang cerita dan pakaianya serba putih. Pada buku Wayang Asal-usul Filsafat dan Masa Depannya, karya Sri Mulyono menyebutkan bahwa dalang adalah Pandita. Claire Holt menegaskan bahwa dalang adalah seorang pemimpin, penyusun naskah, juru bicara, seorang produser, sutradara, dan juga orang yang memainkan wayang.
Soedarsono telah mengutip pendapat G.A.J Hazeu bahwa dalang adalah seorang seniman pengembara sebab bila ia sedang mengadakan pementasan selalu berpindah-pindah tempat. Jelas kiranya bahwa fungsi dalang adalah sebagai guru, juru penerang dan juru hibur. Sedangkan pendidikan bidang spiritual (kerohanian) harus mengandung unsur-unsur estetis, etis, edukatif, kreatif, konsultatif, dan rekreatif.
Estetis, artinya garapan dalang harus memberikan kenikmatan kepada penontonnya serta memupuk dan mencerminkan rasa keindahan. Etis, artinya uraian dalang harus menjadi pupuk, pembinaan, dan bimbingan kepada masyarakat dalam tata susila yang berlaku dalam lingkungan hidup bermasyarakat. Edukatif, artinya dalang harus ikut mendidik dan mengajak masyarakat untuk menciptakan hal-hal yang baru tanpa mengubah keaslian seni pedalangan. Kreatif, artinya dalang harus membina dan mengajak masyarakat untuk menciptakan hal-hal yang baru. Konsultatif, artinya dalang harus memberi pengarahan dan penerangan kepada masyarakat yang masih buta akan hal-hal yang sedang berlangsung. Rekreatif, artinya dalang memberi hiburan yang segar dan menjadi daya tarik masyarakat.
Sementara itu dulu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan ini. Untuk klasifikasi, tugas dan sifat dalang insyaallah akan saya sampaikan pada kesempatan berikutnya.
Sumber:
- Supriyono, dkk. 2008. PEDALANGAN. Jakarta: Depdiknas.
" Dalam istilah Dunia Pewayangan ada Istilah Pakem : ialah cerita "asli" yang, oleh karenanya, lalu dipandang sebagai "babon" atau "induk" semua lakon atau cerita. Dengan kata lain "pakem" lalu berperanan sebagai semacam tempat penyimpanan lakon (repertoar), sekaligus sebagai semacam waduk atau petandoan (reservoar) dari mana lakon-lakon terbit mengalir."
Rata-rata penggemar Wayang Kulit ( Sudah Tua dan tahu Cerita Wayang ) tahu pakem wayang,penggemar ini akan dapat mengevaluasi dalang dalam menyeritakan Lakon tertentu
" Disini Anda dapat mengetahui nama Dalang dan Karakternya :
Ki Anom Suroto adalah seorang dalang Wayang Kulit Purwa. Ia mulai terkenal sebagai dalang sejak sekitar tahun 1975-an. Ia lahir di Juwiring, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Rabu Legi 11 Agustus 1948. Ilmu pedalangan dipelajarinya sejak umur 12 tahun dari ayahnya sendiri, Ki Sadiyun Harjadarsana. Selain itu secara langsung dan tak langsung ia banyak belajar dari Ki Nartasabdo dan beberapa dalang senior lainnya.
"Dalang laris itu juga pernah belajar di Kursus Pedalangan yang diselenggarakan Himpunan Budaya Surakarta (HBS), belajar secara tidak langsung dari Pasinaon Dalang Mangkunegaran (PDMN), Pawiyatan Kraton Surakarta, bahkan pernah juga belajar di Habiranda, Yogyakarta. Saat belajar di Habiranda ia menggunakan nama samaran Margono.
Pada tahun 1968, Anom Suroto sudah tampil di RRI (Radio Republik Indonesia), setelah melalui seleksi ketat. Tahun 1978 ia diangkat sebagai abdi dalem Penewu Anon-anon dengan nama Mas Ngabehi Lebdocarito. Tahun 1995 ia memperolah Satya Lencana Kebudayaan RI dari Pemerintah RI.
Ki H. Anom Suroto selain aktif mendalang, ia juga giat membina pedalangan dengan membimbing dalang-dalang yang lebih muda, baik dari daerahnya maupun dari daerah lain. Secara berkala, ia mengadakan semacam forum kritik pedalangan dalam bentuk sarasehan dan pentas pedalangan di rumahnya Jl. Notodiningratan 100, Surakarta. Acara itu diadakan setiap hari Rabu Legi, sesuai dengan hari kelahirannya, sehingga akhirnya dinamakan Rebo Legen. Acara Rebo Legen selain ajang silaturahmi para seniman pedalangan, acara itu juga digunakan secara positif oleh seniman dalang untuk saling bertukar pengalaman. Acara itu kini tetap berlanjut di kediamannya di Kebon Seni Timasan, Pajang, Sukoharjo. Di Kebon seni itu berdiri megah bangunan Joglo yang begitu megah dalam area kebon seluas 5000 M2.
Hingga akhir abad ke-20 ini, Anom Suroto adalah satu-satunya yang pernah mendalang di lima benua, antara lain di Amerika Serikat pada tahun 1991, dalam rangka pameran KIAS (Kebudayaan Indonesia di AS). Ia pernah juga mendalang di Jepang, Spanyol, Jerman Barat (waktu itu), Australia, dan banyak negara lainnya. Khusus untuk menambah wasasan pedalangan me-ngenai dewa-dewa, Dr. Soedjarwo, Ketua Umum Sena Wangi, pernah mengirim Ki Anom Suroto ke India, Nepal, Thailand, Mesir, dan Yunani.
Di sela kesibukannya mendalang Anom Suroto juga menciptakan beberapa gending Jawa, di antaranya Mas Sopir, Berseri, Satria Bhayangkara, ABRI Rakyat Trus Manunggal, Nyengkuyung pembangunan, Nandur ngunduh, Salisir dll. Dalang yang rata-rata pentas 10 kali tiap bulan ini, juga menciptakan sanggit lakon sendiri antara lain Semar mbangun Kahyangan, Anoman Maneges, Wahyu Tejamaya, Wahyu Kembar dll.
Bagi Anom Suroto tiada kebahagiaan yang paling tinggi kecuali bisa membuat membuat senang penontonnya, menghibur rakyat banyak dan bisa melestarikan kesenian klasik.
Anom Suroto pernah mencoba merintis Koperasi Dalang ‘Amarta’ yang bergerak di bidang simpan pinjam dan penjualan alat perlengkapan pergelaran wayang. Selain itu, dalang yang telah menunaikan ibadah haji ini, menjadi pemrakarsa pendirian Yayasan Sesaji Dalang, yang salah satu tujuannya adalah membantu para seniman, khususnya yang berkaitan dengan pedalangan.
Dalam organisasi pedalangan, Anom Suroto menjabat sebagai Ketua III Pengurus Pusat PEPADI, untuk periode 1996 – 2001.
Pada tahun 1993, dalam Angket Wayang yang diselenggarakan dalam rangka Pekan Wayang Indonesia VI-1993, Anom Suroto terpilih sebagai dalang kesayangan.
Anom Suroto yang pernah mendapat anugerah nama Lebdocarito dari Keraton Surakarta, pada 1997 diangkat sebagai Bupati Sepuh dengan nama baru Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Lebdonagoro.
Ki Manteb Soedharsono ( lahir: Sukoharjo, 1948 ) adalah seorang dalang wayang kulit ternama yang dari Jawa Tengah. Karena keterampilannya dalam memainkan wayang, ia pun dijuluki para penggemarnya sebagai Dalang Setan. Ia juga dianggap sebagai pelopor perpaduan seni pedalangan dengan peralatan musik modern.
Saat ini Ki Manteb berdomisili di Dusun Sekiteran, Kelurahan Doplang, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
Manteb Soedharsono adalah putra seorang dalang pula, bernama Ki Hardjo Brahim. Ia dilahirkan di desa Jatimalang, Kelurahan Palur, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, pada tanggal 31 Agustus 1948.
Ki Hardjo Brahim adalah seniman tulen yang tidak memiliki pekerjaan lain kecuali mendalang. Manteb sebagai putra pertama dididik dengan keras agar bisa menjadi dalang tulen seperti dirinya. Ki Hardjo sering mengajak Manteb ikut mendalang ketika ia mengadakan pertunjukan.
Sementara itu, ibu Manteb yang juga seorang seniman, penabuh gamelan, lebih suka jika putranya itu memiliki pekerjaan sampingan. Itulah sebabnya, Manteb pun disekolahkan di STM Manahan, Sala. Namun sejak kecil Manteb sudah laris sebagai dalang sehingga pendidikannya pun terbengkalai. Akhirnya, ia memutuskan untuk berhenti sekolah demi untuk mendalami karier mendalang.
Untuk meningkatkan keahliannya, Manteb banyak belajar kepada para dalang senior, misalnya kepada dalang legendaris Ki Narto Sabdo pada tahun 1972, dan kepada Ki Sudarman Gondodarsono yang ahli sabet, pada tahun 1974.
Pada tahun 70 dan 80-an, dunia pedalangan wayang kulit dikuasai oleh Ki Narto Sabdo dan Ki Anom Suroto. Ki Manteb berusaha keras menemukan jati diri untuk bisa tetap eksis dalam kariernya. Jika Ki Narto mahir dalam seni dramatisasi, sedangkan Ki Anom mahir dalam olah suara, maka Ki Manteb memilih untuk mendalami seni menggerakkan wayang, atau yang disebut dengan istilah sabet.
Ki Manteb mengaku hobi menonton film kung fu yang dibintangi Bruce Lee dan Jackie Chan, untuk kemudian diterapkan dalam pedalangan. Untuk mendukung keindahan sabet yang dimainkannya, Ki Manteb pun membawa peralatan musik modern ke atas pentas, misalnya tambur, biola, terompet, ataupun simbal. Pada awalnya hal ini banyak mengundang kritik dari para dalang senior. Namun tidak sedikit pula yang mendukung inovasi Ki Manteb.
Keahlian Ki Manteb dalam olah sabet tidak hanya sekadar adegan bertarung saja, namun juga meliputi adegan menari, sedih, gembira, terkejut, mengantuk, dan sebagainya. Selain itu ia juga menciptakan adegan flashback yang sebelumnya hanya dikenal dalam dunia perfilman dan karya sastra saja. Ia berpendapat jika ingin menjadi dalang sabet yang mahir, maka harus bisa membuat wayang dengan tangannya sendiri.
Ki Manteb mulai mendalang sejak kecil. Namun, popularitasnya sebagai seniman tingkat nasional mulai diperhitungkan publik sejak ia menggelar pertunjukan Banjaran Bima sebulan sekali selama setahun penuh di Jakarta pada tahun 1987.
Ketika Ki Narto Sabdo meninggal dunia tahun 1985, seorang penggemar beratnya bernama Soedharko Prawiroyudo merasa sangat kehilangan. Soedharko kemudian bertemu murid Ki Narto, yaitu Ki Manteb yang dianggap memiliki beberapa kemiripan dengan gurunya itu. Ki Manteb pun diundang untuk mendalang dalam acara khitanan putra Soedharko.
Sejak itu, hubungan Sudarko dengan Ki Manteb semakin akrab. Sudarko pun bertindak sebagai promotor pergelaran rutin Banjaran Bima di Jakarta yang dipentaskan oleh Ki Manteb. Pergelaran tersebut diselenggarakan setiap bulan sebanyak 12 episode sejak kelahiran sampai kematian Bima, tokoh Pandawa.
Ki Manteb mengaku, Banjaran Bima merupakan tonggak bersejarah dalam hidupnya. Sejak itu namanya semakin terkenal. Bahkan, pada tahun 90-an, tingkat popularitasnya telah melebihi Ki Anom Suroto, yang juga menjadi kakak angkatnya.
Purbo Asmoro "adalah salah satu dari tokoh-tokoh superstar seni pentas sekaligus tokoh karyacipta paling terkenal yang dikagumi kepiawaiannya di dunia pedalangan saat ini. Beliau juga dianggap pelopor sentuhan klasik pada pewayangan modern, yang terkenal dengan istilah garapan.
Purbo Asmoro dilahirkan di desa Dersana, Pacitan, Jawa Timur pada tahun 1961. Beliau mampu menelusuri silsilah resmi keluarga sedikitnya sampai enam generasi dalang, dan lebih banyak lagi menurut cerita keluarga. Purbo Asmoro adalah dalang pertama dalam keluarganya yang menempuh pendidikan formal. Beliau memperoleh gelar masternya dalam seni pertunjukan dari UGM, salah satu dari universitas paling bergengsi di Indonesia.
Selain sebagai dosen pada jurusan pedalangan di ISI Surakarta, saat ini Purbo Asmoro membagi waktu untuk karir pentasnya yang padat. Beliau memiliki pengagum dari kalangan akademisi maupun komunitas penggemar berat yang tersebar di seluruh Jawa.
Purbo Asmoro terkenal lebih-lebih atas kemampuannya berkaryacipta namun tetap sangat dihormati dan juga kehalusan sastranya pada pentas-pentas wayang klasik. Masyarakat internasional setiap kali mengundangnya dan beliau telah mengadakan tur yang sangat sukses ke Amerika, Inggris, Jepang, Bolivia, Singapura, Austria, Thailand dan Yunani. Pada tahun 2009 beliau melakukan serangkaian pentas wayang di Paris dan Normandia, pada Maisons des Cultures du Monde. Baru saja, kemarin Agustus 2010, Ki Purbo mengadakan tur ke India (New Delhi dan Jaipur).
Pada tahu 2007, Museum Seni Rakyat Internasional di Santa Fe, negara bagian New Mexico, membeli seperangkat wayang kulit lengkap dari beliau. Wayang-wayang tersebut menjadi bagian dari pameran besar untuk pendidikan, yang dibuka dari Maret 2009-Maret 2010. Pada bulan Agustus 2009, beliau terbang ke Santa Fe untuk berpentas di museum tersebut, dan mampir di Houston, Texas, pada Rice University’s Sheppard’s School of Music.
Purbo Asmoro menikah dengan Sudi Rahayu, lulusan dari jurusan tari SMKI, yang juga seorang sinden dan berasal dari Purwodadi. Mereka dianugerahi dua putra, yaitu Indhung Prabancana, 24, dan Kukuh Indrasmara, 19. Dua-duanya sedang meniti karir di seni pertunjukan(Biografi)
Ki Joko Edan" bernama asli Joko Prasojo. Kemudian ada nama lain, yang didapatkan setelah menikah, yaitu Joko Hadiwidjoyo. Sehingga sampai saat dini dikenal dengan sebutan Ki Dalang Joko Edan Hadiwidjoyo. Ki Joko Edan adalah seorang seniman wayang kulit atau lebih familiar disebut dalang dari kota Semarang. Pria ini lahir di Jogja, 20 Mei 1948. Kiprahnya pada dunia seni pantas dibilang luar biasa. Pernyataan ini terbukti dari begitu banyaknya penghargaan yang telah ia dapatkan. Salah satu prestasi yang membanggakan ialah nama dirinya tercatat di Museum Rekor Indonesia sebagai sutradara pertunjukan wayang kulit yang diisi dan atau diikuti oleh 34 (tiga puluh empat) kelompok seni, yang pada waktu itu pertunjukan tersebut digelar di Gedung Wali Kota Semarang pada Juli 2005 lalu.
oko adalah suami dari Nurhana (penyanyi), dan dari hasil pernikahan ini lahirlah dua orang putri bernama Rahayu Hana Wijayanti dan Dewi Lestari Hana Wijayanti. Kedua putrinya ini walau masih kecil- kecil namun menurut pengakuan ayahnya sudah mulai terlihat bakat- bakat seninya apalagi di dunia computer, sangatlah suka. Terutama pada anaknya yang nomer dua, sudah sering meraih juara di berbagai perlombaan menyanyi. Tentu saja ini merupakan anugerah yang patut mereka syukuri.
Ki Enthus Susmono "(lahir di Tegal, 21 Juni 1966; umur 46 tahun) adalah seorang dalang yang berasal dari Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Ia adalah anak satu-satunya Soemarjadihardja, dalang wayang golèk terkenal dari Tegal dengan istri ke-tiga bernama Tarminah. Bahkan R.M. Singadimedja, kakek moyangnya, adalah dalang terkenal dari Bagelen pada masa pemerintahan Sunan Amangkurat di Mataram.
KI Enthus Susmono dengan segala kiprahnya yang kreatif, inovatif serta intensitas eksplorasi yang tinggi, telah membawa dirinya menjadi salah satu dalang kondang dan terbaik yang dimiliki negeri ini. Pikiran dan darah segarnya mampu menjawab tantangan dan tuntutan yang disodorkan oleh dunianya, yaitu jagat pewayangan.
Gaya sabetannya yang khas, kombinasi sabet wayang golek dan wayang kulit membuat pertunjukannya berbeda dengan dalang-dalang lainnya. Ia juga memiliki kemampuan dan kepekaan dalam menyusun komposisi musik, baik modern maupun tradisi (gamelan). Kekuatan mengintrepretasi dan mengadaptasi cerita serta kejelian membaca isu-isu terkini membuat gaya pakeliran-nya menjadi hidup dan interaktif.
Didukung eksplorasi pengelolaan ruang artisitik kelir menjadikannya lakon-lakon yang ia bawakan bak pertunjukan opera wayang yang komunikatif, spektakuler, aktual, dan menghibur. Pada tahun 2005, dia terpilih menjadi dalang terbaik se-Indonesia dalam Festival Wayang Indonesia yang diselanggarakan di Taman Budaya Jawa Timur
Dan pada tahun 2008 ini dia mewakili Indonesia dalam event Festival Wayang Internasional di Denpasar, Bali.
Ia adalah salah satu dalang yang mampu membawa pertunjukan wayang menjadi media komunikasi dan dakwah secara efektif. Pertunjukan wayangnya kerap dijadikan sebagai ujung tombak untuk menyampaikan program-program pemerintah kepada masyarakat seperti: kampanye; anti-narkoba, anti-HIV/Aids, HAM, Global Warming, program KB, pemilu damai, dan lain-lain. Di samping itu dia juga aktif mendalang di beberapa pondok pesantren melalui media Wayang Wali Sanga.
Kemahiran dan ‘kenakalannya’ mendesain wayang-wayang baru/kontemporer seperti wayang Goerge Bush, Saddam Husein, Osama bin Laden, Gunungan Tsunami Aceh, Gunungan Harry Potter, Batman, wayang alien, wayang tokoh-tokoh politik, dan lain-lain membuat pertunjukannya selalu segar, penuh daya kejut, dan mampu menembus beragam segmen masyarakat. Ribuan penonton selalu membanjiri saat ia mendalang. Keberaniannya melontarkan kritik terbuka dalam setiap pertunjukan wayangnya, memosisikan tontonan wayang bukan sekadar media hiburan, melainkan juga sebagai media alternatif untuk menyampaikan aspirasi masyarakat.
Baginya, wayang adalah sebuah kesenian tradisi yang tumbuh dan harus selalu dimaknai kehadiriannya agar tidak beku dalam kemandegan. Daya kreatif dan inovasinya telah mewujud dalam berbagai bentuk sajian wayang, antara lain: wayang planet (2001-2002), Wayang Wali (2004-2006), Wayang Prayungan (2000-2001), Wayang Rai Wong (2004-2006), Wayang Blong (2007) dan lain-lain. Museum Rekor Dunia Indonesia-pun (MURI) menganugerahi dirinya sebagai dalang terkreatif dengan kreasi jenis wayang terbanyak (1491 wayang). Dan beberapa wayang kreasinya telah dikoleksi oleh beberapa museum besar di dunia antara lain; Tropen Museum di Amsterdam Belanda, Museum of Internasional Folk Arts (MOIFA) New Mexico, dan Museum Wayang Walter Angts Jerman. Semuanya tak lain dimuarakan untuk meningkatkan apresiasi masyarakat luas terhadap wayang, penajaman pasar, dan membumikan kembali wayang kulit di tanah air tercinta ini.( biografi Wikipedia)
KI Bayu Aji Pamungkas " adalah dalang muda yang energik dan mahir dalam perang kembang,anak dari Ki Anom Suroto dalang Kondang dan gaek ,
KI TRI BAYU SANTOSO
Ki Joko Edan" bernama asli Joko Prasojo. Kemudian ada nama lain, yang didapatkan setelah menikah, yaitu Joko Hadiwidjoyo. Sehingga sampai saat dini dikenal dengan sebutan Ki Dalang Joko Edan Hadiwidjoyo. Ki Joko Edan adalah seorang seniman wayang kulit atau lebih familiar disebut dalang dari kota Semarang. Pria ini lahir di Jogja, 20 Mei 1948. Kiprahnya pada dunia seni pantas dibilang luar biasa. Pernyataan ini terbukti dari begitu banyaknya penghargaan yang telah ia dapatkan. Salah satu prestasi yang membanggakan ialah nama dirinya tercatat di Museum Rekor Indonesia sebagai sutradara pertunjukan wayang kulit yang diisi dan atau diikuti oleh 34 (tiga puluh empat) kelompok seni, yang pada waktu itu pertunjukan tersebut digelar di Gedung Wali Kota Semarang pada Juli 2005 lalu.
oko adalah suami dari Nurhana (penyanyi), dan dari hasil pernikahan ini lahirlah dua orang putri bernama Rahayu Hana Wijayanti dan Dewi Lestari Hana Wijayanti. Kedua putrinya ini walau masih kecil- kecil namun menurut pengakuan ayahnya sudah mulai terlihat bakat- bakat seninya apalagi di dunia computer, sangatlah suka. Terutama pada anaknya yang nomer dua, sudah sering meraih juara di berbagai perlombaan menyanyi. Tentu saja ini merupakan anugerah yang patut mereka syukuri.
Ki Joko bercerita bahwa dirinya sejak dalam perut sudah dibiasakan oleh sang ayah dikenalikan dunia pewayangan. Kebetulan sang ayah dari dulu adalah pecinta wayang kulit yang luar biasa, meski tak bisa mendalang. Dan lahirlah Joko yang akhirnya terbiasa dan senang juga dengan kesenian ini. Sejak kecil dirinya suka menggambar- gambar wayang. Terlebih lagi Joko sangat senang bila ada kesempatan menonton pertunjukan wayang saat itu. Hingga jadilah saat ini dirinya menjadi dalang kondang, yah,… Ki Joko Edan yang juga sebagai sang penggagas acara Festival Sanggit Dalang Se- Jawa Tengah di RRI Semarang beberapa waktu lalu .
Sangat luar biasa kiprahnya, Menurut catatan saya acara pegelaran wayang kulit yang berhubungan dengan event penting baik daerah maupun nasional telah dilakukannya di antaranya :
1. Pagelaran Wayang Kulit sosialisasi ke masyarakat tentang Uang palsu oleh Bank Indonesia dan PERURI
2. Pagelaran wayang kulit peresmian Jalan Tol Semarang -Solo oleh Gubernur Jateng H. Bibit Waluyo
3. Pagelaran Wayang kulit dalam rangka peringatan Hari Ulang Tahun Taman Mini Indonesia Indah
4. Pagelaran Wayang Kulit dalam rangka Hari Ulang Tahun Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintah.
5. Pagelaran Wayang Kulit dalam rangka Pilihan Kepala Daerah Sumatra Selatan Bapak Alex Noordin.
6. Pagelaran Musik Campursari TVRI Jateng tiap hari sabtu jam 20.30 minggu Pertama.
7. Pagelaran Wayang Kulit dalam rangka Semarang Pesona Asia oleh Walikota Semarang H. Sukawi Sutarip
8. Pagelaran Wayang Kulit dalam rangka Semarang Great Sale oleh Pemkot Semarang
9. Pagelaran Wayang Kulit dalam rangka Hari Ulang Tahun Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia Pengcab Jateng
10. Pagelaran Wayang Kulit dalam rangka Hari Ulang Tahun PT. SRI BOGA RATU RAYA
11. Pagelaran Wayang Kulit dalam rangka Hari Ulang Tahun PT. BOGASARI
12. Pagelaran Wayang Kulit dalam rangka Hari Ulang Tahun PT Indesso Aroma
13. Pagelaran Wayang Kulit dalam rangka Hari Ulang Tahun Radio Kayu Manis Jakarta
14. Pagelaran Wayang Kulit dalam rangka Hari Ulang Tahun Televisi INDOSIAR.
15. Pagelaran Wayang Kulit dalam rangka Hari Ulang Tahun RS MEDIKA NGALIYAN.
16. Pagelaran Wayang Kulit dalam rangka Hari Ulang Tahun RS PERMATA BUNDA PURWODADI.
17. Pagelaran Wayang Kulit dalam rangka Peresmian KUD Ds. Bumi Kencana C4, Kec. Sungai Lilin, Kab. Musibanyuasin Palembang.
18. Pagelaran Wayang Kulit dalam rangka Panen Raya Pabrik Gula Purwodadi Magetan – Madiun
19. Pagelaran Wayang Kulit oleh Depkominfo : * Sosialisasi UUD 1945 dan Pancasila * Sosialisasi UU Pornografi * Sosialisasi KTT ASEAN * Hari Penyiaran Nasional
20. Pagelaran Wayang Kulit bersama Ki Warseno Slank dan Ki Enthus Susmono dalam rangka HUT Golkar Jateng oleh H. Jusuf Kalla
21. Pagelaran Wayang Kulit dalam rangka Pilihan Kepala Daerah Jawa Tengah H. Bibit Waluyo.
22. Pagelaran Wayang Kulit dalam rangka Peresmian Kapal PT. NUSAINA KOBISONTA A1, Kec. Seram Utara Timur Maluku Tengah.
23. Kerja sama dengan DINAS SOSIAL JAWA TENGAH menghibur di Panti-panti Jompo, SLB Se Jawa Tengah.
24. Pagelaran Wayang dalam Rangka Menghibur Korban Gunung Merapi.
25. Pagelaran Wayanag Kulit, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
26.D an masih banyak kegiatan yang tidak bisa disebutkan
Ki Joko menamatkan sekolahnya hanya sampai di bangku Sekolah Dasar. Dirinya memilih lari dari bangku sekolah karena saat kelas dua SMP sempat tidak naik kelas sebanyak dua kali. Lepas dari sekolah, pria ini melanjutkan perjalanan hidupnya sebagai anak jalanan. Setelah merasa puas mendapat pengalaman macam- macam, dirinya dinasehati sang ayah dan diberi motifasi penuh untuk kembali belajar. Joko mendapat arahan untuk ikut kursus pedalangan di Ngesti Bhudaya. Pria ini mengikuti kursus tersebut selama tiga tahun.
Baru saja menyelesaikan tahun pertamanya di kursus Pedalangan Ngesti Bhudaya dirinya sudah mulai suka lari dari jadwal belajar yang ditentukan. Dirinya lebih memilih untuk sering- sering melihat dan mengikuti praktek pertunjukan langsung dari dalang- dalang kondang. Kemudian dari hasil banyak mengamati itu akhirnya Joko lebih mahir mendalang dan mencoba- coba berpraktek walau belum kelar betul belajarnya. Ternyata setelah dia coba, hasilnya adalah terlaksana dengan baik. Setelah itu kecintaannya semakin besar lagi pada dunia wayang ini. Pertama kali ia praktek mendalang, yaitu di rumahnya sendiri pada saat ayahnya mengadakan acara Suronan untuk warga sekitar di tempatnya. Kemudian lagi pertama kali dalang ia jalani sebagai profesi (menghasilkan materi/ ditanggap), yaitu di Tengaran, Salatiga pada acara resepsi pernikahan.
Tokoh wayang yang menjadi idola Joko Edan adalah Rahwana. Alasan dirinya menyukai Rahwana, yaitu Rahwana merupakan sosok seorang raja yang full comitmen, berprinsip kuat, berani mengambil resiko tinggi, dan tak kenal menyerah dalam pencapaian cita- citanya. Sedang cerita wayang favoritnya adalah Mahabarata, sebab kandungan cerita ini sangat kompleks, di mana ada unsur politik, ketatanegaraan, dan lain sebagainya.
Dari usia enam belas tahun sampai sekarang, tentunya KI Joko Edan sudah punya banyak sekali pengalaman- pengalaman mendalang. Dikatakan, ada cerita menarik, yaitu pengalaman berkesan dari dirinya. Saat itu Joko sedang ditanggap oleh Bibit Waluyo (sekarang Gubernur Jateng), kemudian Joko mengibaratkannya sebagai Bima, dalam jalan ceritanya ini digariskan ternyata Bima bukanlah orang yang berhak mendapat wahyu, dan kagetlah semua penonton yang hadir dalam acara hajatanya Bibit tersebut, namun dilanjutkan lagi ceritanya oleh Joko memang bukanlah Bima nama yang keluar, yang muncul dan pantas sebagai penerima wahyu adalah namanya langsung yaitu Bibit waluyo.
Joko sangat senang sekali sempat sesaat membuat pejabat itu dikerjai dan berhasil membuat candaan yang menegangkan. Ada lagi pengalaman berkesan lainnya, yaitu saat dirinya tampil di daerah transmigran, yaitu di Siting, Padang. Saat itu cuaca hujan deras dan banjir lumpur lumayan tinggi, tapi penonton yang hadir begitu banyak dan membludak. Ki Joko Edan tampil di antara Persatuan masyarakat Jawa di Padang. Mungkin besar rasa rindu mereka terhadap kebudayaan asli daerahnya. Karena meski berdomisili lama di Padang, orang- orang tersebut adalah aslinya orang Jawa. Dengan melihat antusias yang sedemikian luar biasanya, Ki Joko pun berdalang dengan rasa bangga dan semangat yang besar.
Selain mendalang, Ki Joko Edan juga menguasai seni lain, yaitu musik. Pria ini trampil memainkan alat musik apapun kecuali biola, begitu menurut pengakuannya. Sedang kalau seni lukis dia berterus terang tidak bisa dan kemudian jadi tidak terlalu senang.
Dalam menjalankan pagelaran wayangnya Ki Joko Edan membawa 63 personil yang teergabung dengan nama “Wijoyo Laras”. Personil tersebut terdiri dari pengendang/pengrawit dan suarawati/pesinden. Dalam membantu acara – acara tidak hanya wayang kulit tetapi juga campursari. Untuk harga/tarif memang bukan tujuan utamanya, namun Ki Joko merasa bangga dan bahagia jika bisa bersama dan menghibur masyarakat, sedangkan Pagelaran untuk luar kota disesuaikan jarak dan biaya transportasinya.Walau demikian dengan seni semua itu tetap saja terasa indah, namun bermanfaat dan mengajak berfikir berbagai pihak terutama yang melihat pagelaran wayangnya tersebut.
Dirinya adalah sosok seniman yang besar sekali kepeduliannya terhadap generasi muda bangsa. Akhir- akhir ini dirinya sering diundang dalam acara seminar- seminar kampus dan sarasehan- saresan budaya. Seminar- seminar ini terutama membicarakan tentang budaya dan kekayaan bangsa. Dirinya sangat tidak suka bila ada yang meremehkan budaya Indonesia. Joko prihatin sekali bila melihat anak- anak muda sekarang yang justru senang dan antusias terhadap budaya barat yang kadang jauh dari norma- norma ketimuran.
Dirinya pun berucap prihatin terhadap generasi muda yang selalu ribut mengantri kerja setelah lulus, bahkan telah bertitel segala macam. Dirinya berpesan bahwa berhentilah menghabis- habisi peluang/lowongan kerja tapi justru cobalah untuk membuka peluang- peluang kerja itu, untuk diri sendiri bahkan dapat untuk orang lain juga. “ Hentikan segera budaya kuli”, kira- kira demikian inti penuturannya.( biografi )
Ki Enthus Susmono "(lahir di Tegal, 21 Juni 1966; umur 46 tahun) adalah seorang dalang yang berasal dari Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Ia adalah anak satu-satunya Soemarjadihardja, dalang wayang golèk terkenal dari Tegal dengan istri ke-tiga bernama Tarminah. Bahkan R.M. Singadimedja, kakek moyangnya, adalah dalang terkenal dari Bagelen pada masa pemerintahan Sunan Amangkurat di Mataram.
KI Enthus Susmono dengan segala kiprahnya yang kreatif, inovatif serta intensitas eksplorasi yang tinggi, telah membawa dirinya menjadi salah satu dalang kondang dan terbaik yang dimiliki negeri ini. Pikiran dan darah segarnya mampu menjawab tantangan dan tuntutan yang disodorkan oleh dunianya, yaitu jagat pewayangan.
Gaya sabetannya yang khas, kombinasi sabet wayang golek dan wayang kulit membuat pertunjukannya berbeda dengan dalang-dalang lainnya. Ia juga memiliki kemampuan dan kepekaan dalam menyusun komposisi musik, baik modern maupun tradisi (gamelan). Kekuatan mengintrepretasi dan mengadaptasi cerita serta kejelian membaca isu-isu terkini membuat gaya pakeliran-nya menjadi hidup dan interaktif.
Didukung eksplorasi pengelolaan ruang artisitik kelir menjadikannya lakon-lakon yang ia bawakan bak pertunjukan opera wayang yang komunikatif, spektakuler, aktual, dan menghibur. Pada tahun 2005, dia terpilih menjadi dalang terbaik se-Indonesia dalam Festival Wayang Indonesia yang diselanggarakan di Taman Budaya Jawa Timur
Dan pada tahun 2008 ini dia mewakili Indonesia dalam event Festival Wayang Internasional di Denpasar, Bali.
Ia adalah salah satu dalang yang mampu membawa pertunjukan wayang menjadi media komunikasi dan dakwah secara efektif. Pertunjukan wayangnya kerap dijadikan sebagai ujung tombak untuk menyampaikan program-program pemerintah kepada masyarakat seperti: kampanye; anti-narkoba, anti-HIV/Aids, HAM, Global Warming, program KB, pemilu damai, dan lain-lain. Di samping itu dia juga aktif mendalang di beberapa pondok pesantren melalui media Wayang Wali Sanga.
Kemahiran dan ‘kenakalannya’ mendesain wayang-wayang baru/kontemporer seperti wayang Goerge Bush, Saddam Husein, Osama bin Laden, Gunungan Tsunami Aceh, Gunungan Harry Potter, Batman, wayang alien, wayang tokoh-tokoh politik, dan lain-lain membuat pertunjukannya selalu segar, penuh daya kejut, dan mampu menembus beragam segmen masyarakat. Ribuan penonton selalu membanjiri saat ia mendalang. Keberaniannya melontarkan kritik terbuka dalam setiap pertunjukan wayangnya, memosisikan tontonan wayang bukan sekadar media hiburan, melainkan juga sebagai media alternatif untuk menyampaikan aspirasi masyarakat.
Baginya, wayang adalah sebuah kesenian tradisi yang tumbuh dan harus selalu dimaknai kehadiriannya agar tidak beku dalam kemandegan. Daya kreatif dan inovasinya telah mewujud dalam berbagai bentuk sajian wayang, antara lain: wayang planet (2001-2002), Wayang Wali (2004-2006), Wayang Prayungan (2000-2001), Wayang Rai Wong (2004-2006), Wayang Blong (2007) dan lain-lain. Museum Rekor Dunia Indonesia-pun (MURI) menganugerahi dirinya sebagai dalang terkreatif dengan kreasi jenis wayang terbanyak (1491 wayang). Dan beberapa wayang kreasinya telah dikoleksi oleh beberapa museum besar di dunia antara lain; Tropen Museum di Amsterdam Belanda, Museum of Internasional Folk Arts (MOIFA) New Mexico, dan Museum Wayang Walter Angts Jerman. Semuanya tak lain dimuarakan untuk meningkatkan apresiasi masyarakat luas terhadap wayang, penajaman pasar, dan membumikan kembali wayang kulit di tanah air tercinta ini.( biografi Wikipedia)
KI Bayu Aji Pamungkas " adalah dalang muda yang energik dan mahir dalam perang kembang,anak dari Ki Anom Suroto dalang Kondang dan gaek ,
KI TRI BAYU SANTOSO
Ki Tri Bayu Santoso ( Tribasa ) dalang muda yang masih kuliah di Institut Seni Indonesia ( ISI ) Surakarta,Jurusan Karawitan Semester VIII
Tribasa mulai belajar seni pewayangn sejak SD ,menginjak SMP sering di ajak pentas Bapaknya ( Dalang Panemu Kar ) saat sesion budal bala ,perang dan perang kembang,hingga masuk ke SMK Kerawitan Surakarta sampai kuliah di ISI Surakarta,
Bersama teman kuliah dan senior ISI Tribasa mendirikan sanggar Karawitan " Bayusiwi" untuk mendukung saat mendapat Jobs Pentas ,Cita - citanya ingin menjadi dalang yang profesional demi kemajuan seni wayang kulit
Tri Bayu Santoso bisa dikatakan dalang muda yang Kreatif dan Inovatif ,penamplan saat pentas Tribasa mempunyai skill Sabetan Akrobatik
Pernah meraih predikat dalang muda terfavorit dalam festival dalang muda se jawa timur tahun 2012 di taman hiburan kenjeran,pernah sebagai duta indonesia ( Perwakilan ISI Surakarta) tampil di festival budaya Korea Selatan
Tribasa juga sudah mendapat jadwal pentas di gedung Kesenian Cak Durasim Surabaya,Tribasa merasa bersyukur diberikesempatan oleh pihak ISI untuk menerima Jobs pentas di berbagai daerah jatim dan jateng