• Pagelaran Wayang Kulit
  • Dalang Tribasa
  • Pakeliran Wayang Purwa
  • Dalang Tribasa
  • Dalang Intertain
  • Tri Bayu Santoso
  • Dalang Inovatif
  • Pelaku Budaya
  • Youtube
  • Facebook
  • Twitter
  • Blogger
  • Saoundcould
  • Foursquare
  • Instagram
  • Pagelaran Wayang Kulit

Senin, 16 November 2015

Kreativitas Dalang Dan Kebutuhan Penonton


Wayang kulit ‘Purwa’ bukan sekedar seni pertunjukan yang karenanya bisa diubah sekenanya. Modifikasi dalam seni pertunjukannya diperbolehkan, namun tetap harus ada patokan yang jadi pegangan, tidak serta merta keluar sepenuhnya dari pakem yang ada.

Wayang Kulit Purwa ‘Jawa’, yang biasa disebut sebagai ‘wayang kulit’ saja, memang terbukti bisa bertahan dari terpaan zaman. Tetapi itu melalui proses adaptasi dan penyesuaian yang luar biasa pula, mampu tetap memikat penontonnya dengan kreativitas sang dalang, maupun kesediaan insan wayang untuk ‘menuruti’ selera penontonnya. Bertemunya dua kutub tersebut, kreativitas dalang dan selera penonton, yang memungkinkan wayang tetap digemari dari generasi ke generasi, terlihat pada setiap pertunjukan wayang, jumlah penonton dari kalangan muda selalu lebih banyak.

Memang ada pakem-pakem atau aturan baku dari wayang yang harus dipatuhi. Tetapi ketaatan pada standar baku tidak boleh kaku, tetap harus ada ‘jembatan’ agar pentonton mengerti apa yang dimaksudkan dalam pakeliran tersebut, misalnya, caturan dalam bahasa Kawi atau Jawa Kuno yang makin jarang orang mengetahui maknanya. Demikian diungkapkan Ki Purbo Asmoro, dalang wayang kulit ‘Gagrak Surakarta’ hadir sebagai pembicara pada diskusi “Wayang, Antara Kreativitas Dalang dan Kebutuhan Penonton’ di rumah penyinden asal Amerika Serikat, Kitsie Emerson di Kemang Utara VII -9, Jum’at (3/5/2013).
“Kalau terlalu baku, yang mengerti hanya dalangnya, menyenangkan hati si dalang saja dan tidak mengerti bahwa dia itu ditonton orang,” ujarnya.

Sebagai dalang yang sudah dua puluhan tahun berkecimpung dalam dunia pewayangan, adaptasi berbagai kreasi baru memang semakin marak. Selera penonton pun berbeda-beda, ada yang menyukai, misalnya, tambahan lawak dan campursari dalam pertunjukan wayang, namun ada juga penonton yang fanatik pada gaya klasik.

Daerah seperti Purworejo, ujarnya, welcome terhadap gaya pakeliran yang berbeda, yang meski dekat dan sangat familiar dengan gaya Yogyakarta, tetap antusias dengan pementasan wayang gaya Solo, saat dalang asal Pacitan tersebut pentas di alun-alun Purworejo. Sedangkan daerah seperti Tuban dan Nganjuk merupakan daerah dengan penonton wayang yang sangat menyukai tambahan lawak dan campursari.

“Sedangkan Sragen, itu daerah yang seneng nanggap wayang tapi nggak ditonton. Kalau di Pati, para penontonnya tidak pernah bertepuk tangan tidak pernah tertawa, tetapi tidak juga mau beranjak pergi,” kata Ki Purbo tertawa.
Penambahan unsur dari luar dunia pakeliran seperti lawak dan campursari tersebut, diakui memang bisa ditolerir untuk dalang-dalang tertentu, tetapi ada juga yang tidak bisa ditolerir oleh pentontonnya sendiri, yaitu untuk dalang yang memang disukai karena ke-baku-an atau keklasikannya. Sejumlah peserta diskusi mewakili penonton pun mengungkapkan hal serupa.

Budaya Pengisi Jatidiri dan Karakter Manusia
Yanusa Nugroho, sastrawan, mengungkapkan wayang sebagai salahsatu khazanah milik Indonesia, seyogianya tidak diubah-ubah yang terlalu keluar dari pakem untuk menuruti selera penonton. Sebaliknya, dalanglah yang harus mendidik penonton dengan nilai baku dan kreativitasnya, menampilkan nilai-nilai yang terkandung dalam wayang agar dapat diinternalisasikan.

Wayang, ujarnya, merupakan mitologi Jawa sebagai sumber paling dalam dan murni, sebagaimana peradaban Yunani menjadikan mitologi mereka untuk membangun karakter, budaya dan peradabannya sendiri. Penulis yang mengaku kesengsem dengan Ki Purbo setelah menonton pementasan “Bargawa” tersebut, sangat mengagumi wayang tidak hanya pada seni pakelirannya, tetapi betapa dengan wayang tersebut dapat dengan apik digambarkan sifat-sifat manusia dengan seluk-beluknya, yang dapat dijadikan unsur pembangun kemanusiaan.

Dari sisi pertunjukannya, Yanusa melontarkan uneg-uneg, bisakah wayang dikenakan tiket sebagaimana pertunjukan teater atau konser musik, yang meski tiketnya mahal tetap diserbu penontonnya. Hal itu ia dasarkan pada pemikiran bahwa penonton yang menyadari manfaat atau merasa butuh akan dengan sukarela mengeluarkan uang sejumlah, misalnya Rp 50.000, untuk menonton pertunjukan wayang.
“Contohnya teater asing dari Inggris yang mementaskan ‘Hamlet’ pada tahun 1980-an, waktu itu kami harus membayar Rp50.000,” ujarnya. Uang sejumlah itu pada waktu itu, bagi golongan mahasiswa, tergolong besar, tetapi toh peonton Hamlet tetap membludak.

Akan tetapi, ide tersebut diakuinya memang belum tentu relevan untuk saat ini, walau di masa yang akan datang bisa saja diterapkan, bergantun pada perkembangannya.
Diskusi yang dihadiri sekitar 50-an penggemar wayang tersebut berlangsung hingga pukul 01 dinihari. Dilengkapi pula dengan pementasan singkat oleh Ki Purbo Asmoro lakon “Arjuna Wiwaha” dengan berbagai trik dan penjelasan sejumlah tatanan baku pakeliran yang menjadi bahan diskusi malam itu.

Di akhir acara, nyonya rumah, Kitsie Emerson yang telah merampungkan penulisan buku tentang wayang Gagrak Solo dalam tiga gaya pakeliran (pakeliran klasik, pakeliran padat dan pakeliran semalam suntuk) dari lakon yang dibawakan Ki Purbo Asmoro, menghadiahkan satu set buku kepada rombongan PSMS Oye (Penggemar Sejati Manteb Sudharsono). Buku yang dikerjakan dengan sangat teliti tersebut diterbitkan dalam tiga bahasa: Jawa, Indonesia dan Inggris.

Fathurrahman Tekad. Penikmat Wayang
Readmore >>>

Jumat, 07 Agustus 2015

Pagelaran Wayang Kulit Dalang Tribasa di Alun - Alun Tuban

Pagelaran Wayang Kulit- Bagi Masyarakat Tuban dan sekitarnya saksikanlah Pagelaran Wayang Lakon" Banjaran Bima" dengan Dalang Ki Tri Bayu Santoso ( Dalang Tribasa ) Pada hari Senin Tanggal 31 Agustus 2015 bertempat di Alun - Alun Tuban 

Saksikan Penampilan Dalang Tribasa bersama Sanggar Bayusiwi .............Catat Hari dan tanggal mainnya
Readmore >>>

Pagelaran Wayang Kulit Dalang Tribasa di Bangilan Lakon" Banjaran Wisanggeni


Pagelaran Wayang Kulit - Saksikanlah Pagelaran Wayang Kulit " Lakon Banjaran Wisanggeni " Dengan Dalang  Ki Tri Bayu Santoso ( Dalang Tribasa ) pada hari Kamis ,20 Agustus 2015 dalam rangka pernikahan Putri Ibu Maspu'ah di Desa Talok Kec Bangilan Tuban Jatim

Dalang Tribasa akan tampil dengan Sanggar Bayusiwi dan bintang tamu Lawak Jo Leno Solo,Ingin Tahu Penampilan Dalang Tribasa  catat hari dan tanggal mainnya....... Jo lali lho
Readmore >>>

Minggu, 14 Desember 2014

Pagelaran Wayang Kulit Tribasa Di Lamongan


Dalang Tri Bayu Santoso ( Dalang Tribasa ) Akan Pentas di Lamongan ,Tepatnya hari Sabtu,27 Desember 2014 di Desa Tambakrigadung Kecamatan Tikung Lamongan ,Dengan Lakon Wisanggeni Rabi ,Bagi Warga Lamongan dan sekitarnya Saksikan dan nikmati Pagelaran Wayang Kulit  Dalang Tribasa di Rumah bapak Bambang
Readmore >>>

Selasa, 16 September 2014

Pandawa Syukur Oleh Dalang Tribasa



Dalam Rangka Sedekah bumi Desa  Pamotan ,hari Jumat,19 September 2014,akan digelar Wayang Kulit Purwa " Lakon Pandawa Syukur " oleh dalang Ki Tri Bayu Santoso  ( Dalang Tribasa )
Dalam cerita Lakon tersebut ,diceritakan keinginan bulat para pandawa untuk mengadakan acara puji Syukur kepada Sang Pencipta ( Allah ) atas Diberi Anugerah Negara Amartha yang gemah Ripah Loh Jinawi kerta raharja,merupakan negara yang sangat elok dan indah oleh perantara batara Indra,bagaimana cerita lengkapnya selamat menonton
Readmore >>>

Minggu, 10 Agustus 2014

Show Dalang Tri Bayu Santoso ( Dalang Tribasa )



Show Dalang Tribasa - Di Akhir bulan Agustus 2014 tepatnya hari minggu tanggal 24 Agustus 2014,dalang Tri Bayu Santoso ( Tribasa ) akan pentas di Desa Besowo Kec.Jatirogo Kab.Tuban,dengan lakon " Rama Nitis " Dengan Sanggar Karawitan BayuSiwi " Bagaimana Ceritanya bisa disaksikan dan ditonton bersama sama ...
Readmore >>>