• Pagelaran Wayang Kulit
  • Dalang Tribasa
  • Pakeliran Wayang Purwa
  • Dalang Tribasa
  • Dalang Intertain
  • Tri Bayu Santoso
  • Dalang Inovatif
  • Pelaku Budaya
  • Youtube
  • Facebook
  • Twitter
  • Blogger
  • Saoundcould
  • Foursquare
  • Instagram
  • Pagelaran Wayang Kulit

Kamis, 26 Juli 2012

Filosofi Gunungan Wayang Kulit


" Menurut Ensiklopedi Wayang Indonesia, gunungan melambangkan pohon kehidupan. Kalpataru yang bercabang delapan, sebagai lambang awal dan akhir. Karenanya gunungan wayang juga melambangkan konsep mitos Jawa: sangkan paraning dumadi. Pohon yang tergambar adalah pohon nagasari, yang selain indah bentuknya, juga kuat dan dianggap membawa pengaruh baik bagi orang di sekitarnya. Namun, sebagai perlambang, pohon pada gunungan melukiskan pohon yang hanya ada di kahyangan, yaitu pohon Dewandaru yang dianggap membawa pengaruh keabadian atau kelanggengan. [1]
"  Gunungan juga melambangkan jalan hidup manusia. Masa kanak-kanak yg belum mengerti kebenaran, (selama bagian patet nem) dilambangkan dengan letak gunungan miring ke kiri. Masa dewasa yang sudah mempunyai kesadaran berbuat benar dan salah, (selama bagian patet sanga) dilambangkan letak gunungan tegak di tengah. Sedangkan masa tua yang mempunyai kemauan kuat untuk bertindak benar, (selama bagian patet manyura) dilambangkan letak gunungan miring ke kanan. [2]

Readmore >>>

Semar : Haseming Samar - Samar







Semar dalam bahasa Jawa (filosofi Jawa) disebut Badranaya

Bebadra = Membangun sarana dari dasar

Naya = Nayaka = Utusan mangrasul

Artinya : Mengembani sifat membangun dan melaksanakan perintah Allah demi kesejahteraan manusia

Javanologi : Semar = Haseming samar-samar (Fenomena harafiah makna kehidupan Sang Penuntun). Semar tidak lelaki dan bukan perempuan, tangan kanannya keatas dan tangan kirinya kebelakang.

Maknanya : “Sebagai pribadi tokoh semar hendak mengatakan simbul Sang Maha Tunggal”. Sedang tangan kirinya bermakna “berserah total dan mutlak serta selakigus simbul keilmuaan yang netral namun simpatik”.
Kebudayaan Jawa telah melahirkan religi dalam wujud kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa, yaitu adanya wujud tokoh wayang Semar, jauh sebelum masuknya kebudayaan Hindu, Budha dan Isalam di tanah Jawa.

Dikalangan spiritual Jawa ,Tokoh wayang Semar ternyata dipandang bukan sebagai fakta historis, tetapi lebih bersifat mitologi dan symbolis tentang KeEsa-an, yaitu: Suatu lambang dari pengejawantahan expresi, persepsi dan pengertian tentang Illahi yang menunjukkan pada konsepsi spiritual . Pengertian ini tidak lain hanyalah suatu bukti yang kuat bahwa orang Jawa sejak jaman prasejarah adalah Relegius dan ber keTuhan-an yang Maha Esa.

Semar itu lambang gelap gulita, lambang misteri, ketidaktahuan mutlak, yang dalam beberapa ajaran mistik sering disebut-sebut sebagai ketidaktahuan kita mengenai Tuhan.
Konon Kaki Semar adalah Kakek moyang yg pertama dan digambarkan sebagai perwujudan dari orang Jawa yg pertama. Karena mendapat “tugas khusus” dari Gusti Kang Murbeng Dumadi (Tuhan YME), maka Kaki Semar memiliki kemungkinan untuk terus hadir dgn keberadaan pada setiap saat, kepada siapa saja dan kapan saja menurut apa yg dikehendaki.

Readmore >>>

Kamis, 28 Juni 2012

Pemahaman Nilai Filosofi, Etika dan Estetika Dalam Wayang



 " Wayang termasuk karya seni dan budaya Indonesia yang adi luhung. Di samping bernilai filosofi yang dalam, wayang juga sebagai wahana atau alat pendidikan moral dan budi pekerti atau yang dikenal dengan etika. Dunia perwayangan memberi peluang bagi orang Jawa untuk melakukan suatu pengkajian filsafi dan mistis sekaligus. Di sisi lain, cerita wayang merupakan suatu jenis cerita didaktik yang di dalamnya memuat ajaran budi pekerti yang menyiratkan tentang perihal moral. Bahkan bidang moral merupakan anasir utama dalam pesan-pesan yang disampaikan wayang. Sebagai jenis kesenian yang mencakup beberapa cabang seni (seni teater, ukir, musik, dan sastra), estetika wayang begitu indah dan mempesonakan. Nilai filosofi, etika, dan estetika itulah yang jika ditemukan dalam ritual ruwatan, sebuah tradisi kebudayaan Jawa yang ditandai dengan pergelaran wayang purwa cerita Bathara Kala dalam lakon “Murwakala"

1.PRAKATA
Wayang memberikan gambaran lakon perikehidupan manusia dengan segala masalahnya yang menyimpan nilai-nilai pandangan hidup dalam mengatasi segala tantangan dan kesulitannya. Dalam wayang selain tersimpan nilai moral dan estetika, juga nilai-nilai pandangan hidup masyarakat Jawa. Melalui wayang, orang memperoleh cakrawala baru pandangan dan sikap hidup umat manusia dalam menentukan kebijakan mengatasi tantangan hidup. Hal itulah yang dirasakan Dr Franz Magnis Suseno SJ, seorang sarjana filsafat dan rohaniawan kelahiran Jerman yang kini bermukim di Jawa. Setelah menekuni wayang, sampaikah dia pada kesimpulan bahwa dalam memasuki kebudayaan Jawa, ternyata manusia memasuki kesadaran paling dalam seluruh umat manusia. Kebijaksanaan Jawa yang paling dalam, ternyata milik seluruh umat manusia. 1) Cerita wayang merupakan suatu jenis cerita didaktik yang memuat ajaran budi pekerti. Bahkan bidang moral, merupakan anasir utama dalam pesan-pesan wayang. Dua aspek (filosofi dan etika) dalam wayang ini disempurnakan dengan nilai estetika wayang sehingga seni wayang yang mencakup cabang kesenian ini (seni teater, musik, sastra, ukir, dan sebagainya), menjadi sebuah seni yang bernilai tinggi. Bisa dipahami, jika di tahun 2004 lalu, seni dan budaya wayang kulit dari Indonesia ini (the Wayang Puppet Theater of Indonesia) dinobatkan sebagai karya adiluhung (masterpiece) oleh PBB. Menurut Unesco, 28 jenis seni dan kebudayaan di dunia ini, wayang kulit menempati urutan pertama sebagai karya adi luhung lisan warisan kemanusiaan yang tak dapat dinilai (Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity).

2.NILAI YANG TERKANDUNG

              Filosofi :
           Istilah filosofi berasal dari kata Yunani “philosophia” yang berarti “cinta kearifan”. Kata lain dari filosofi adalah filsafah, falsafah, falsafat), yang berarti pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada. Sebab, asal, dan hukumnya. Definisi lain, ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemologi. Sementara Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan WJS Poerwadarminta didefinisikan dengan : pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab, asas hukum, dan sebagainya tentang segala yang ada dalam alam semesta, ataupun mengenai kebenaran arti “adanya” sesuatu.
 Filsafat menurut anggapan orang Jawa ialah, usaha manusia untuk memperoleh pengertian dan pengetahuan tentang hidup menyeluruh dengan mempergunakan kemampuan rasio plus indera batin (cipta-rasa). Maka bagi kita, berfilsafat berarti “cinta kesempurnaan” (ngudi kasampurnan, ngudi kawicaksanan) dan bukan semata-mata “cinta kearifan”. 2) Jika orang jawa menyebut bahwa wayang mengandung filsafat yang dalam, dunia perwayangan memberi peluang bagi orang Jawa untuk melakukan suatu pengkajian filsafi dan mistis sekaligus. Dunia perwayangan kaya sekali dengan lambang atau pasemon, bahkan hampir seluruh eksistensi wayang itu sendiri adalah “pasemon”. 

Etika :
Bidang yang bersifat normatif, yang bersangkut paut dengan kesusilaan (akhlak, moral), merupakan salah satu bidang filsafat yang disebut “etik” atau “etika”. Dalam hal ini, etik memberi nilai buruk atau baik atas perbuatan seseorang. Dengan demikian, etik atau etika (ethice), merupakan filsafat tingkah laku yang di dalamnya memuat perihal penilaian, yaitu penilaian terhadap tindakan yang dapat dikatakan baik atau buruk berdasarkan ukuran-ukuran tertentu. Oleh karena itu, Miklananda mendefinisikan etika sebagai ilmu yang mengajarkan manusia “bagaimana seharusnya hidup”, atau Plato memandangnya sebagai ilmu yang mengajar manusia “bagaimana manusia bijaksana hidup”, (Hazim Amir 1991; 97). Hal ini sesuai dengan konsep etika menurut wayang yakni mendidik manusia ke arah tingkah laku yang sempurna, yang dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

Estetika
Estetika (estetis) adalah cabang filsafat yang mempersoalkan seni (art) dan keindahan (beauty). Istilah estetika berasal dari kata Yunani “aesthesis”, yang berarti pencerapan indrawi, pemahaman intelektual, atau bisa juga berarti pengamatan spiritual. Istilah art (seni) berarti seni, keterampilan, ilmu, atau kecakapan. Keindahan atau estetika merupakan bagian dari sebuah filsafat, sebuah ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemologi. Batasan keindahan sulit dirumuskan. Karena keindahan itu abstrak, identik dengan kebenaran. Maka batas keindahan pada sesuatu yang indah, dan bukannya pada “keindahan sendiri”


Readmore >>>